Memaknai Perayaan Ceng Beng Utk Generasi Penerus
Festival Qingming (hanzi tradisional: 清明節; sederhana: 清明节; pinyin: qīng míng jié) atau Cheng Beng (bahasa Hokkian) adalah ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur sesuai dengan ajaran Khong Hu Cu[1][2].
Festival tradisional Tiongkok dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin (atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi), pada umumnya dirayakan pada tanggal 5 April atau 4 April pada tahun kabisat[3][4].
Secara astronomi, dalam terminologi matahari, Festival Qīngmíng dilaksanakan pada hari pertama dari 5 terminologi Matahari, yang juga dinamai Qīngmíng. Nama yang menandakan waktu untuk orang pergi keluar dan menikmati hijaunya musim semi (Tàqīng 踏青, "menginjak tumbuhan hijau"), dan juga ditujukan kepada orang-orang untuk berziarah kubur. Hari Festival ini dijadikan hari libur umum di Tiongkok, begitu juga di Hong Kong, Macau dan Taiwan.
Di Korea, Qīngmíng dikenal dengan sebutan Hansik.
Pengenalan
Festival ini juga diketahui dengan sejumlah nama lain:
Hari Semua ArwahFestival Bersih TerangFestival Ziarah KuburanHari Menyapu KuburanHari Peringatan Musim Semi
Hari Menyapu Kuburan (Hari Pembersihan Pusara) dan Festival Bersih Terang adalah terjemahan yang paling umum dalam mengartikan 'Qīngmíng 清明' (清qīng : bersih,明míng : terang)
Untuk orang Tionghoa, perayaan ini dilakukan untuk mengingat dan menghormati nenek moyang. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara dan bersembahyang dengan makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan berbagai asesoris, sebagai persembahan kepada nenek moyang. Upacara ini adalah sangat penting bagi kebanyakan orang Tionghoa, terutama petani, dan biasanya dapat dilaksanakan 10 hari sebelum atau sesudah hari Qīngmíng 清明. Juga pada waktu Qīngmíng 清明, orang melakukan tamasya keluarga, mulai membajak sawah pada musim semi. Hal populer lain yang melakukan adalah memainkan layang-layang (dalam berbagai bentuk binatang, atau karakter dari Opera Cina). Another common practice is to carry flowers instead of burning paper, incense, or firecrackers.[5].
Sesuai catatan, masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura dan juga beberapa daerah di Indonesia juga melanjutkan kebiasaan ini.
Hari Hanshijie 寒食节, sehari sebelum Qīngmíng 清明, diciptakan oleh Chong'er (重耳), Bangsawan Wen dari negara Jin (晋) pada masa Periode Musim Semi dan Musim Gugur (Chunqiu 春秋), manakala ia secara tidak sengaja membunuh bawahan dan teman baiknya, Jie Zhitui 介之推 (atau Jie Zitui) dan ibunya dalam suatu pembakaran hutan dengan harapan akan membuat Jie Zhitui kembali kepadanya. Pada hari Hanshijie 寒食节, orang tidak diijinkan menggunakan api untuk memanaskan makanan, yang kemudian dijuluki Festival Makanan Dingin. Dan pada kenyataannya, 300 tahun kemudian, perayaan Hanshijie 寒食节 dikombinasikan dengan Festival Qīngmíng 清明... dan kemudian mulai dilupakan oleh kebanyakan orang.
Sejarah
Festival Qīngmíng 清明 sendiri diciptakan oleh Kaisar Xuanzong (唐玄宗) pada tahun 732 (Dinasti Tang) sebagai pengganti upacara pemujaan nenek moyang dengan cara terlalu mahal dan rumit. Dalam usaha untuk menurunkan biaya tersebut, Kaisar Xuanzong (唐玄宗) mengumumkan penghormatan tersebut cukup dilakukan dengan mengunjungi kuburan nenek moyang pada hari Qīngmíng 清明[6].
Jie Zhitui
Pada mulanya, tradisi Ceng beng dicetuskan oleh putra mahkota Chong Er dari Dinasti Tang. Suatu hari karena difitnah oleh salah seorang selir raja, Chong Er terpaksa melarikan diri ke gunung bersama para pengawalnya. Kelaparan karena tidak membawa bekal makanan, salah seorang pengawal bernama Jie Zhitui memotong bagian badannya dan memasaknya untuk sang putra mahkota agar tidak mati kelaparan. Mengetahui pengorbanan pengawal setianya itu, Chong Er merasa sedih, tetapi Jie menghibur sang putra mahkota dan memintanya agar tetap teguh bertahan hingga Chong Er dapat kembali ke istana dan merebut tahta dari selir raja yang telah memfitnahnya.
Tiga tahun lamanya mereka bertahan hidup dalam kelaparan di gunung hingga akhirnya sang selir meninggal dunia. Sepasukan tentara menjemput Chong Er untuk kembali ke istana, saat itu dia melihat Jie Zhitui mengemasi sebuah tikar tua ke atas kuda. Chong Er mentertawakannya dan meminta Jie untuk membuang tikar itu, tetapi Jie menolaknya dan berkata,”...hanya penderitaan yang dapat hamba bagi bersama paduka, bukan kemakmuran...”. Jie berpamitan kepada Chong Er untuk tetap tinggal di gunung bersama ibunya.
Setelah Chong Er kembali ke istana, dia bermaksud mengundang Jie Zhitui, tetapi Jie tidak berhasil ditemukan. Chong Er memerintahkan tentara untuk membakar hutan digunung itu agar Jie segera keluar menemuinya. Yang terjadi malah sebaliknya, mereka menemukan Jie Zhitui mati bersama ibunya di bawah pohon willow. Chong Er sangat sedih melihat pengawal setianya itu malah mati karena keinginannya. Sejak itu Chong Er memperingati hari itu sebagai hari Hanshi. Pada saat peringatan Hanshi ini, kaisar tidak mengizinkan siapapun menyalakan api untuk memasak, sehingga peringatan ini juga dikenal dengan sebutan Perayaan Makanan Dingin.
Kaisar Xuanzong
Sedangkan tradisi peringatan Cengbeng sendiri sebenarnya dicetuskan oleh kaisar Xuanzong dari Dinasti Tang pada tahun 732. Kaisar saat itu menilai kebiasaan masyarakatnya terlalu sering melaksanakan upacara bagi pada leluhur dan berbiaya mahal sehingga seringkali menyusahkan mereka sendiri. Kaisar menitahkan sejak saat itu upacara bagi para leluhur cukup dilakukan pada pertengahan musim semi atau Cengbeng saja.
Dinasti Qing
300 tahun yang lalu pada masa pemerintahaan Dinasti Qing (1644 – 1911), tradisi peringatan Hanshi digabungkan dengan upacara Qingming (Cengbeng), lama kelamaan peringatan Hanshi mulai memudar dan tinggal tradisi Cengbeng yang bertahan hingga sekarang sebagai salah satu upacara penting bagi masyarakat tionghoa diseluruh dunia.
Di beberapa negara di Asia, peringatan Cengbeng dianggap sangat penting artinya dan diperingati sebagai hari libur nasional selama beberapa hari. Selain perayaan Tahun Baru Imlek, Cengbeng adalah tradisi penting bagi masyarakat tionghoa, karena pada masa inilah seluruh anggota keluarga berkumpul bersama menghormat dan memperingati leluhur mereka.
sumber : kisahparadewa
Comments
Post a Comment